15 Maret 2008

Green Building Kurangi Resiko Pemanasan Global


Di Amerika Serikat, ada sebuah tolak ukur untuk menentukan apakah bangunan itu layak disebut green building atau tidak. Cara itu dikenal dengan nama LEED (Leadership in Energy and Environmental Design). Cara ini sekarang sudah dilakukan negara lain seperti Uni Emirat Arab, India, bahkan Vietnam.

Ada 6 kriteria yang diukur, yakni pengolahan lahan sekitar (site), penggunaan air, penggunaan energi, material dan dari mana sumber material itu, kualitas di dalam ruangan, dan inovasi. Masing-msing kriteria ini dibagi-bagi lagi menjadi beberapa poin. Tiap poinnya diberi nilai yang berbeda. Jika satu gedung mampu mengumpulkan nilai sejumlah tertentu, barulah ia bisa diberikan sertifikat green building (untuk informasi lebih lengkap, silahkan mengakses www.usgbc.com).

Yang menarik, ada poin yang menyebutkan bangunan mesti memiliki akses mudah ke kendaraan umum. Mudahnya akses ke kendaraan umum akan mendorong karyawan yang bekerja di bangunan itu untuk meninggalkan kendaraan pribadi, yang ujung-ujungnya, terjadi penghematan bahan bakar. Ada lagi poin untuk mengetahui dari mana asal material yang kita beli. Poin ini penting karena ternyata membeli material lokal sama dengan mengurangi pemakaian bahan bakar yang digunakan dalam proses pengangkutan dan mengurangi penggunaan kertas dan plastik, yang digunakan dalam proses pengepakan.

Sayangnya, di Indonesia belum ada kerangka acuan seperti ini. Padahal, sebagai negara dengan pertumbuhan properti yang cukup tinggi, Indonesia seharusnya punya keinginan untuk membangun bagunan berwawasan lingkungan. ATAU, HARUSKAH KITA MENUNGGU SAMPAI PULAU-PULAU KITA TENGGELAM?

Tidak ada komentar: