Tampilkan postingan dengan label pengetahuan. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label pengetahuan. Tampilkan semua postingan

26 April 2008

Inilah yang dimaksud Pemanasan Global (Global Warming)


Hallo BUMIZER, mungkin kalian semua juga bertanya-tanya mengenai apa yang dimaksud pemanasan global? Mungkin selama ini kalian belum menemukan maksudnya di blog ini. Nah sekarang ini, saya akan coba memberi gambaran dan penjelasan singkat mengenai pemanasan global yang diambil dari berbagai sumber. Kalian mau tau bukan?

Bumi kita ini secara keilmuan, diselimuti oleh lapisan atmosfer. Atmosfer ini berguna untuk melindungi bumi dari sinar matahari yang berlebihan. Seharusnya sinar matahari yang masuk ke bumi itu dipantulkan kembali ke angkasa untuk mencegah panas yang berlebihan, nah hal ini tidak berjalan dengan baik akibat adanya gas-gas di atmosfer yang menghalangi. Gas-gas di atmosfer yang menghalangi tersebut bisa kalian bayangkan seperti bumi terselimuti oleh kaca, kaca tersebut sebagai gas-gas. Penghalang tersebut menyebabkan sinar matahari yang seharusnya terpantul ke angkasa kembali terpantul ke bumi (efek rumah kaca). Gas-gas yang dimaksud seperti karbondioksia (CO2), metana (CH4), dinitrooksida (N2O). Gas-gas tersebut dihasilkan oleh aktivitas manusia (industri energi, transportasi, industri, rumah tangga dan jas). Akibatnya suhu di bumi mengalami kenaikkan, kenaikkan tersebut mengakibatkan perubahan iklim. Suhu bumi 33 derajat celcius awalnya, sekarang meningkat menjadi 1,5-40 derajat celcius dengan peningkatan 0,5-0,6 derajat celcius tiap tahunnya. Bisa kalian bayangkan jika suhu bumi tiap tahun meningkat, bumi kita bisa "terbakar" dan kehidupan di bumi bisa musnah.
Hal diatas itulah yang disebut sebagai pemanasan global (global warming) meningkatnya temperatur global akibat efek rumah kaca.

Pemanasan global menyebabkan:
-pelelehan es di kutub
-kenaikan muka air laut
-perluasan gurun pasir
-peningkatan hujan dan banjir
-perubahan iklim
-punahnya flora dan fauna tertentu
-migrasi fauna dan hama penyakit, dsb

Bahaya banget hal-hal yang timbul akibat pemanasan global kan? Ironisnya, gas-gas yang menjadi penghalang tidak bisa dihilangkan. Gas-gas tersebut hanya bisa dikurangi oleh penghasilnya, kalau perlu jangan lagi menghasilkan gas-gas penghalang tersebut! Penghasilnya adalah semua hal yang bergantung pada bahan bakar fosil (batu bara dan minyak bumi), seperti sektor industri dan tranportasi, karena 2 sektor itu yang paling besar menghasilkan gas-gas penghalang tersebut. Hentikan sekarang juga sebelum terlambat! Jangan gunakan lagi!

Sudah jelas bukan mengenai pemanasan global?
Sekarang, ayo BUMIZER lakukan yang terbaik buat bumi kita, jangan lagi menambah panas suhunya, tapi turunkan suhunya sekarang juga! Belum ada kata terlambat! Banyak hal yang dapat kalian lakukan, seperti apa yang telah saya bagikan di blog ini. Dukung penurunan suhu bumi sekarang juga! Tetap semangat, percayalah masih ada hari esok yang lebih baik.

16 April 2008

Planet Green


On April 16, Discovery Channel will launch Planet Green in Asia. Planet Green will feature 50 hours of programming in 2008 which viewers will be able to catch every Wednesday at 2200 hrs (10:00 pm SIN/HK) – from Asian relevant stories produced out of the region, to global specials drawing from Discovery Communications’ unprecedented US$50 million investment in original content that celebrates, preserves and protects the environment.

The block kicks off with FIVE WAYS TO SAVE THE WORLD, which takes a look at five radical – but perhaps necessary – ideas which attempt to address some very real environmental issues that we are facing today.

Climate change is being felt the world over and if global warming continues to increase the effects could be catastrophic. Some scientists and engineers are proposing radical, large-scale ideas that could save us from disaster. On FIVE WAYS TO SAVE THE WORLD, three of the proposed ideas look at reducing the power of the sun thereby cooling the planet, while the other two ideas attempt to tackle the problem of excess carbon dioxide – the cause of global warming.

Professor Roger Angel from Arizona – the designer of the world’s largest telescope – has proposed a solution that he hopes will help cool the planet. He plans to put a giant glass sunshade in space which will deflect a small percentage of the sun’s rays back into space. Dutch Professor Paul Crutzen – who won the Nobel Prize for chemistry when he discovered the causes of the hole in the ozone layer – wants to fire hundreds of rockets loaded with tons of sulphur into the stratosphere, effectively creating a vast but very thin sunscreen around the earth. British atmospheric physicist Professor John Latham and engineer Stephen Salter, have designed a fleet of remote-controlled yachts which will pump fine particles of sea water into the clouds, increasing their thickness and reflecting the suns rays.

To combat global warming, Sydney engineer Professor Ian Jones proposes to feed plankton with gallons of fertilizer to boost plankton growth and absorb carbon dioxide from the air. Meanwhile, New York-based Professor Klaus Lackner has designed a carbon dioxide capturing machine and his plan is to deploy more of them across the globe to suck in carbon dioxide, turn it into a powder and then dispose of it by bury it deep under the ocean in disused oil or gas fields.

Many scientists are reluctant advocates of these ideas, and believe that we should instead be cutting down on our use of fossil fuels as a more realistic solution. But is time running out for planet? The FIVE WAYS TO SAVE THE WORLD proposed by these five men might have unknown side effects, but some scientists believe we may soon have no choice but to put these radical and controversial plans into action. How realistic are these plans? Hear about the scientific theories and reasoning behind them, and tune in to Planet Green to find out if they could really work.

sumber http://www.discoverychannelasia.com/ontvindex/planet_green/index.shtml

29 Maret 2008

Akhirnya


"Sebongkah es dari Antartika yang besarnya setara dengan tujuh kali luas Manhattan tiba-tiba longsor. Kejadian ini membuat sisa es yang lebih besar akan berisiko longsor pula. Demikian disampaikan para ilmuwan di Washington, Amerika Serikat, Rabu (26/3/08)." Sumber Kompas, Kamis 27 Maret 2008
"Es yang longsor termasuk besar, berukuran sekitar 415 kilometer persegi. Itu berarti seluas dua pertiga Singapura, atau Jakarta yang sekitar 600 kilometer persegi. Padahal induk gunung es yang longsor itu dikenal sebagai Balok Es Wilkins sebelumnya aman-aman saja di tempatnya selama 1500 tahun terakhir. Dengan runtuhnya salah satu bagian Balok Wilkins ini, struktur yang tersisa pun lalu menjadi lebih rapuh. Menyusul tejadiya longsor yang berawal tanggal 28 Februari ini, ilmuwan Inggris yang bekerja di British Antarctic Survey, David Vaughn, menyatakan, peristiwa itu merupakan hasil pemanasan global. kita sependangan dengan Vaughn karena sesungguhnya peristiwa tersebut suda diramalkan seiring dengan merebaknya kekhawatiran akan dampak pemanasan gobal. Dewasa ini suhu rata-rata Bumi meningkat akibat atmosfer semaki banyak mengandung gas karbon dioksida. Gas ini merupakan produk aktivitas menusia, baik melalui pabrik-pabriknya maupun melalui alat transportasinya, yang banyak menggunakan bahan bakar fosil. Akibatnya, radiasi panas sinar matahari tidak leluasa lagi kembali ke ruang angkasa, tetapi terperangkap di sekitar permukaan Bumi. Inilah feomena yang dikenal sebagai green house effect karena serupa dengan apa yang terjadi pada sebuah rumah kaca."
Sumber Kompas, Jumat 28 Maret 2008


Pertama yang terbersit dalam pikiran ku hanyalah "kosong". Aku tercengang beberapa saat ketika membaca berita tersebut, apalagi terpampang pada "headline" sebuah koran nasional. Apa benar bumi kita ini sudah hampir mendekati "kepunahan nya"...
Membuat ku jadi berpikir untuk tetap menatap hari esok dengan lebih semangat untuk menghindari "kepunahan" bumi kita. Aku akan tetap berusaha semaksimal mungkin apa yang aku bisa kulakukan. Aku akan menempuh berbagai hal yang dapat kulakukan untuk tetap membuat turun suhu bumi kita. Nah aku sudah menuliskan apa saja yang sedang dan sudah aku lakukan pada artikel-artikel dalam blog ku ini, seperti tidak menggunakan AC; tidak mencabuti dan merusak rumput-rumput, pohon; mengelompokkan sampah.
Berat rasanya apabila kulakukan sendiri, maka itu aku juga ingin mengajak teman-teman yang masih peduli dengan bumi kita ini untuk melakukan hal-hal yang setidaknya sama dengan aku. Bila teman-teman juga masih peduli, percayalah bahwa bumi kita ini masih ada hari esok yang lebih baik.

15 Maret 2008

Green Building Kurangi Resiko Pemanasan Global


Di Amerika Serikat, ada sebuah tolak ukur untuk menentukan apakah bangunan itu layak disebut green building atau tidak. Cara itu dikenal dengan nama LEED (Leadership in Energy and Environmental Design). Cara ini sekarang sudah dilakukan negara lain seperti Uni Emirat Arab, India, bahkan Vietnam.

Ada 6 kriteria yang diukur, yakni pengolahan lahan sekitar (site), penggunaan air, penggunaan energi, material dan dari mana sumber material itu, kualitas di dalam ruangan, dan inovasi. Masing-msing kriteria ini dibagi-bagi lagi menjadi beberapa poin. Tiap poinnya diberi nilai yang berbeda. Jika satu gedung mampu mengumpulkan nilai sejumlah tertentu, barulah ia bisa diberikan sertifikat green building (untuk informasi lebih lengkap, silahkan mengakses www.usgbc.com).

Yang menarik, ada poin yang menyebutkan bangunan mesti memiliki akses mudah ke kendaraan umum. Mudahnya akses ke kendaraan umum akan mendorong karyawan yang bekerja di bangunan itu untuk meninggalkan kendaraan pribadi, yang ujung-ujungnya, terjadi penghematan bahan bakar. Ada lagi poin untuk mengetahui dari mana asal material yang kita beli. Poin ini penting karena ternyata membeli material lokal sama dengan mengurangi pemakaian bahan bakar yang digunakan dalam proses pengangkutan dan mengurangi penggunaan kertas dan plastik, yang digunakan dalam proses pengepakan.

Sayangnya, di Indonesia belum ada kerangka acuan seperti ini. Padahal, sebagai negara dengan pertumbuhan properti yang cukup tinggi, Indonesia seharusnya punya keinginan untuk membangun bagunan berwawasan lingkungan. ATAU, HARUSKAH KITA MENUNGGU SAMPAI PULAU-PULAU KITA TENGGELAM?

14 Maret 2008

Dampak Bumiku Kepanasan Pada Anak


MenuRut American Academy of Pediatric (AAP) mengakui adanya akibat pemanasan global pada kesehatan anak-anak dan membangun strategi untuk melindungi mereka dari potensi kerusakan dan pemanasan global memperburuk penyakit-penyakit umum yang terjadi pada anak-anak seperti asma dan alergi.
dan: ...
-Meningkatnya kerentanan pada luka atau kematian, stress paska trauma, kehilangan pengasuh, mengganggu pendidikan dan pergeseran sebagai akibat dari bencana
yang ditimbulkan oleh cuaca seperti banjir, angin topan dan kekeringan
-Kerusakan pada fungsi paru-paru dan pertumbuhan da4lam kaitan dengan meningkatnya polusi udara
-Peningkatan penyakit waterborne dan food-borne, termasuk infeksi diare akibat kenaikan suhu dan gangguan dalam suplai makanan
-Peningkatan dalam penularan penyakit melalui nyamuk dan kutu/tungau, seperti virus West Nile, malaria, dan penyakit Lyme
-Peningkatan penyerapan dan mudah terkena luka karena panas, terkait dengan kondisi seperti serangan panas (heat stroke) dan kelelahan akibat panas (heat exhaustion)


BahAYa BAnget dan KAsihan Adik-Adik Kita calOn penerus Kita ini kan??? HUh... Bumi kiTa Ini HArus Kita CinTAi! Ayooo DinginKAn! DingiNkAn Bumi Kita Lagi!!!

06 Maret 2008

Masyarakat Mau "Sewa Hutan"


Jakarta, Kompas - Sejak Wahana Lingkungan Hidup Indonesia mengumumkan donasi publik untuk menyelamatkan hutan Indonesia, sambutan masyarakat di luar dugaan. Ratusan orang menyatakan komitmen untuk ”menyewa hutan” demi kelestarian. Jumlah mereka yang berminat masih terus bertambah.

Masyarakat, mulai dari penjaja gorengan, ibu rumah tangga, pengacara, pelajar, aktivis LSM, artis, dosen, pengacara, hingga rohaniwan, adalah masyarakat yang memberikan komitmen itu.

Sejumlah nama, seperti artis Franky Sahilatua, agamawan Din Syamsuddin, aktivis hak asasi manusia Usman Hamid, dan pengamat politik Sukardi Rinakit, berada di antara daftar itu.

”Minat menyewa hutan terus bermunculan. Kami akan mendesak pemerintah mengatur mekanismenya agar publik dapat menyewa hutan demi kelestarian,” kata Direktur Eksekutif Nasional Walhi Chalid Muhammad di Jakarta, Rabu (5/3). Prioritasnya adalah ”menyewa” hutan lindung yang akan ditambang.

Mantan menteri dukung

Pada diskusi publik seputar PP No 2/2008 di Kantor LP3ES, Jakarta, Rabu, mantan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nabiel Makarim juga menyerahkan uang Rp 50.000 kepada Manajer Kampanye Hutan Walhi Rully Syumanda. ”Ini simbol penolakan hutan lindung bagi pertambangan terbuka,” katanya.

Senin lalu, massa saat aksi menolak PP No 2/2008 di depan kantor Departemen Keuangan menyerahkan donasi Rp 1.614.000 kepada wakil Menteri Keuangan. Uang itu untuk ”menyewa” hutan lindung seluas 2.690 meter persegi selama dua tahun—karena pada tahun 2009 Presiden RI terpilih didesak harus mencabut PP No 2/2008 itu.

Komitmen muncul menyusul penetapan PP No 2/2008 tentang Jenis dan Tarif Atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Berasal dari Penggunaan Kawasan Hutan untuk Kepentingan Pembangunan di Luar Kegiatan Kehutanan. Di sana disebutkan tarif dipatok Rp 1,2 juta-Rp 3 juta per hektar per tahun, termasuk untuk kegiatan pertambangan terbuka di kawasan hutan lindung.

Menteri Kehutanan MS Kaban menyebut, PP itu dimaksudkan bagi 13 perusahaan tambang. Namun, PP itu juga mengatur kompensasi pembukaan hutan lindung dan produksi bagi jalan tol, infrastruktur telekomunikasi, industri migas, dan infrastruktur energi terbarukan, serta peruntukan lain.

”PP itu memanipulasi hukum,” kata Direktur Eksekutif Greenomics Indonesia Elfian Effendi. Dalam PP juga tidak tegas disebutkan 13 perusahaan tersebut. ”Ini bukan soal tarif, tetapi hutan yang sudah rusak harus dipulihkan,” ujarnya.

Cabut sukarela

Pemerhati hukum lingkungan Mas Achmad Santosa menyebutkan, proses keluarnya PP No 2/2008 tidak memenuhi asas peraturan perundang-undangan UU No 10/2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. Di antaranya, melanggar asas keterbukaan, kejelasan rumusan, dan kedayagunaan.

”Secara sukarela, pemerintah sebaiknya mencabutnya. Tak perlu lewat gugatan hukum,” katanya. Seperti diakui pemerintah, PP ini merupakan hasil negosiasi sejumlah departemen dengan pengusaha.

Rully Syumanda dari Walhi mengatakan, pihaknya akan terus menggalang dukungan publik untuk melindungi hutan dari ancaman kerusakan dengan meminta uji materi.

Terapkan standardisasi

Menanggapi silang pendapat tentang pemanfaatan hutan lindung untuk pertambangan, Bambang Setiadi, Kepala Badan Standarisasi Nasional, menegaskan perlu penerapan standardisasi hutan dan neraca sumber daya hutan. Menurut Bambang, ada standar yang dapat diadopsi untuk diterapkan di Indonesia.

Perhitungan nilai guna secara tidak langsung hutan konservasi yang dilakukan Nugroho dari Institut Pertanian Bogor tahun 2003 menunjukkan, untuk area seluas 158.000 hektar nilai ekonomis yang dapat diraih mencapai lebih dari Rp 33,5 triliun.

Komponen jasa ekosistem hutan yang memberi nilai ekonomi meliputi keteraturan iklim atau cuaca, suplai air, pengendalian erosi, penyusunan formasi tanah, siklus nutrien, pengelolaan limbah, produksi makanan, sumber bahan baku dan genetik, sebagai obyek budaya dan wisata. Juga harus dilihat jumlah penduduk yang bergantung pada keberadaan hutan yang lestari. (GSA/YUN)
sumber Kompas, 6 Maret 2008

03 Maret 2008

Peserta Konferensi Menunggu Pemimpin Baru AS

Bangkok, Rabu - Meskipun Amerika Serikat memaksa untuk terlibat secara mendalam pada konferensi mengenai perubahan iklim di Bangkok pekan ini, sejumlah negara peserta justru berpandangan jauh ke depan, menunggu adanya pemimpin baru AS.

Para negosiator dari sekitar 190 negara saat ini sedang berusaha merancang kesepakatan baru terkait pengurangan emisi gas rumah kaca untuk menghambat peningkatan temperatur Bumi. Batas waktu kesepakatan itu adalah tahun 2009 untuk memberikan kesempatan negara-negara peserta untuk meratifikasinya. Kesepakatan tersebut merupakan lanjutan dari Protokol Kyoto yang tahap pertama pelaksanaannya akan berakhir 2012.

Perundingan tersebut menjadi krusial karena saat ini sedang berlangsung proses pemilihan presiden AS yang berpuncak akhir tahun ini. Amerika Serikat adalah negara maju dengan penyumbang emisi gas rumah kaca terbesar. Sejauh ini, AS menolak meratifikasi Protokol Kyoto, dan mengatakan melakukan pengurangan emisi gas rumah kaca menurut versinya sendiri. Negosiasi tentang seberapa besar negara- negara maju harus mengurangi emisi gas rumah kacanya tidak dapat dicapai hingga presiden baru AS mulai menjabat tahun depan.

”Bagaimana sebenarnya komitmen AS, tidak pernah jelas dan saya curiga, kita tidak akan mendapatkan sinyal yang jelas dari AS hingga akhir pemilu,” ujar Ian Fry, wakil dari Tuvalu—salah satu negara pulau kecil, Rabu (2/4). ”Ketidakpastian ini benar- benar menyulitkan, terutama untuk negara pulau kecil,” tambahnya.

Sementara itu negara-negara berkembang dalam konferensi perubahan iklim di Bangkok ini menegaskan sikap, mereka tidak akan menandatangani kesepakatan jika tidak diberi kucuran bantuan biaya miliaran dollar AS untuk melakukan adaptasi terhadap perubahan iklim.

Sebaliknya negara-negara kaya menyatakan bersedia membantu tetapi tidak sepakat tentang cara bagaimana memberikan bantuannya apakah secara sukarela seperti usulan AS, atau seperti usulan Eropa, yaitu izin terkait polusi yang dikenakan di dunia perdagangan untuk mendapatkan dana tersebut. (AP/isw)
sumber, Kompas 3 Maret 2008

12 Februari 2008

Pemanasan Global Ancam Kepunahan Penguin Raja


WASHINGTON, SELASA - Dampak pemanasan global membuat penguin kehilangan habitat dan sumber kehidupannya. Penguin yang hidup dari memangsa ikan dan cumi-cumi di ujung utara Kutub Selatan (Antartika) terancam terus berkurang karena pasokan pangan mereka menurun seiring menghangatnya laut.

Penguin raja, spesies terbesar kedua setelah setelah penguin emperor, berada pada urutan atas rantai makanan di lingkungan hidup mereka di sub-Antartika. Spesies tersebut hidup dengan memangsa ikan kecil serta cumi-cumi dan bukan dari memangsa sejenis tiram, hewan laut berkulit keras yang disukai mamalia laut tersebut.

Kondisi itu membuat penguin raja menjadi petunjuk yang baik mengenai perubahan dalam ekosistem mereka. Demikian laporan para ilmuwan yang diterbitkan di dalam Proceedings of the National Academy of Sciences edisi Februari 2008.

Para ilmuwan CNRS Institut Pluridisciplinaire Hubert Curien di Strasbourg, Perancis, mempelajari penguin raja di Possession Island di bagian selatan Samudra Hindia selama sembilan tahun. Mereka mendapati bahwa tingginya temperatur permukaan laut di daerah tempat penguin itu menghabiskan musim dingin mengurangi banyak mangsa laut mereka yang tersedia, yang pada gilirannya mengurangi angka kelangsungan hidup penguin raja dewasa.

Studi mereka menemukan kemerosotan sembilan persen populasi penguin dewasa untuk setiap 0,26 derajat Celsius pemanasan permukaan air laut. Itu berarti, penguin tersebut dapat menghadapi resiko lebih besar dalam skenario pemanasan global saat ini, yang meramalkan peningkatan 0,2 derajat Celsius pemanasan permukaan air laut setiap dasawarsa selama 20 tahun mendatang.(ANT/WAH)
sumber, Kompas 12 Februari 2008

09 Januari 2008

Empat Spesies Penguin Terancam Punah


Penguin Adelie


Penguin Emperor


Penguin Chinstrap


Penguin Gentoo


JAKARTA, RABU - Penguin adalah satwa yang kini harus berjuang mempertahankan hidup saat lapisan es di kutub utara semakain menysusut akibat pemanasan global. Bahkan, ringkasan penelitian terakhir yang dirilis WWF International menyatakan bahwa empat spesies penguin yang hidup di Antartika terancam punah.

Pemanasan global telah menyebabkan hilangnya lahan paling berharga bagi penguin untuk membesarkan keturunnya. Ancaman kepunahan juga dipicu menurunnya sumber makanan akibta perubahan iklim kutub..

"Kelihatannya binatang kutub ini akan harus menghadapi perjuangan keras yang ekstrem untuk beradaptasi pada perubahan iklim yang tidak bisa diramal,"kata Deputi direktur Program Perubahan Iklim Global WWF Anna Reynolds, belum lama ini.

Semenanjung Antartika memanas lima kali lebih cepat daripada rata-rata pemanasan global. Samudera di bagian selatan sudah dihangatkan sampai kedalaman 3.000 meter.

Area lautan es sudah berkurang 40 persen dari ukurannya sejak 26 tahun lalu. Penurunan ini membuat jumlah udang juga berkurang dan sumber utama makanan

Penguin chinstrap di beberapa koloni berkurang sebanyak 30-66 persen dan membuat penguin muda makin sulit untuk bertahan hidup. Cerita yang sama juga terjadi pada Penguin Gentoo yang sangat tergantung dari stok udang yang terlalu banyak diambil manusia.

Penguin Emperor, penguin terbesar di dunia juga sudah semakin berkurang ukurannya sejak setengah abad lalu. Suhu musim dingin yang lebih hangat membuat penguin ini harus bertahan dalam area es yang lebih tipis. Sudah sejak lama, lautan es mencair lebih dini sehingga banyak telur tak bisa bertahan untuk segera menetas dan menjadi penguin Emperor.

Sementara itu di pantai barat laut Semenanjung Antartika, pemanasan terjadi paling dramatis. Populasi penguin Adelie sudah turun 65 persen melewati 25 tahun terakhir.

"Tidak hanya karena makanan yang semakin jarang karena hilangnya lautan es, tetapi karena sepupunya penguin Chinstrap dan Gentoo yang menyukai panas menginvasi area ini," kata Reynolds.
sumber, Kompas 9 Januari 2008